Minggu, 04 September 2011

sebuah balon


Allahu akbar allahu akbar walillahilham,,kumandang takbir riuh bergelora mengangkasa di jogja. Entah di negeri lain merayakan hal yang sama atua pun tidak. Seperti tahun tahun sebelimnya, perbedaan penetapan 1 Syawal terdapat 2 pendapat yang berlainan. Yah, inilah Islam, cinta damai, pun dalam perbedaan, namun itu semua memiliki dasar yang diajrkan, dengan hisab dan dengan melihat hilal. Perbedaan bukanlah sesuatu yang salah, inilah fitroh. Selain itu, ini sebagai ujian bagi umat Islam itu, apakah bisa menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata ataukah hanya sebagai toeri yang selalu dipelajari tanpa dimengerti, dipahami, bahkan dijalani. Mereka yang berlapang dada lah yang akan memenangkan.
Terlepas dari pandang penetapan 1 syawal, jalan jalan jogja lengang kendaraan. Alangkah asiknya jika setiap hari seperti ini.tak ada kemacetan, tak ada bunyi klakson yang memekakkan telinga. Tak ada polusi udara.tak ada keributan. Orang-orang berbondong menuju lapangan untuk melaksanakan sholat Aidil Fitri. Mereka menggunakan pakaian terbaik, tentunya bukan berarti harus baru, melainkan bersih, rapi, tentunya dan paling utama adalah menutup aurat. Karena hakikat kita menggunakan baju adalah untuk menutup aurat. Beberapa menit melangkah di  jalanan, tiba juga kita di padang rumput yang biasa dipakai untuk sepak bola. Segera berhimpun dalam barisan sholat. Kebetulan aku bersebelahan dengan seorang ibu yang memiliki anak balita. Anaknya perempuan, kira-kira 3 tahun. Karena belum mulai. Kami duduk-duduk menyiapkan diri untuk sholat. Tiba-tiba si anak tadi dengan bahasanya menunjukkan kalau dia ingin balon yang dijual di pinggiran lapangan. sang ibu bilang pada anaknya, untuk menunda belinya, “nanti dulu nak, nanti setelah sholat ya, “begitu katanya
Si anak malah menagis sambil menunjuk kea rah balon . aku terus melihat si anak dari kejauhan, lalu ku lempar pandanganku pada sang ibu. Dia masih diam saja. Si anak semakin menjerit tangisannya. Ibu pun gelisah. Ternyata, sang ibu tidak mempunyai cukup uang untuk membeli balon. Pantas saja dari tadi hanya diam. Tak tega melihat si anak menagis, ia segera ambil suara. Terlohat dari jauh sedang berbincang dengan orang disebelahnya. Ternyata sang ibu meminjam uang pada seseorang disebelahnya. Aku serasa ditampar. Kemana saja aku? Kenapa hanya berdiam diri melihat seorang anak yang menangis meranta seperti itu. Dimanakah kepekaanku? Hilang ditelan derasnya kekejaman zaman. Padahal saat itu aku memiliki beberapa uang, toh jika untuk membeli balon masih cukup. Kenapa aku hanya terdiam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar